Perancangan landscape pada disain arsitektur
Desember 09, 2013
0
Salah satu hal yang paling berperan dalam perancangan arsitektur adalah kuantitas dari obyek desain. Pada dasarnya kuantitas ini dipengaruhi oleh luas dan tingginya. Suatu rancangan obyek arsitektur yang memiliki tinggi tertentu akan mengarah pada desain ‘skyscraper’ yang sangat tinggi dan ‘building’ yang agak rendah, sedangkan obyek arsitektur yang memiliki luas tertentu akan mengarah pada desain ‘lanscape’ atau lansekap. Tulisan ini akan membahas bagaimana beda antara mendesain dalam tataran ‘building’ dengan desain dalam tataran ‘lanscape’.
Sebuah desain ’building’ dapat saja tidak memiliki lansekap jika dibangun pada area perkotaan yang padat, namun dapat pula memiliki sedikit lansekap dengan adanya taman dan perparkiran. Jika luas taman dan perparkiran tersebut ternyata menjadi prioritas desain, maka tataran desain tersebut akan beralih pada desain ’lanscape’. Dalam desain ’lanscape’ atau lansekap, ruang luar lebih diperhatikan sebagai fokus desain daripada ’building’ atau bangunan itu sendiri. Dalam desain lansekap segala konsep akan lebih terfokus menampilkan ’layout plan’ dan ’site plan’ dibandingkan dengan tampak. Dalam desain lansekap aspek analisis bukan lagi cenderung kepada bentuk 3 dimensi, namun lebih pada bentuk 2 dimensi dari sebuah hamparan lahan. Walau demikian pada akhirnya sebuah desain lansekap akan mengarah pula pada detail-detail yang bersifat 3 dimensional.
Konsep awal dalam desain lansekap diawali dengan kegiatan menganalisa lahan. Berbagai potensi dan kendala dalam sebuah lahan akan dieksplorasi untuk dijabarkan dalam data-data yang terklasifikasi secara sistematis. Pendataan ini minimal akan menyangkut masalah pendayagunaan kontur dan optimalisasi figur lansekap. Pendayagunaan kontur bertujuan untuk mendapatkan desain arsitektur yang mempu beradaptasi dan mengantisipasi bentuk lahan secara vertikal, sedangkan optimalisasi figur lansekap bermaksud untuk mengelola potensi dan kendala dari bentuk lahan secara horizontal. Di dalam kegiatan optimalisasi figur lansekap, perancang akan mendapatkan berbagai data penting dari peta lahan. Di mana pintu masuk paling efektif, di mana letak bangunan paling optimal, adanya halangan berupa sungai atau laut, adanya tebing curam, garis sempadan sungai atau laut, adanya tempat pembuangan sampah, adanya lokasi konservasi alam atau bangunan, dan lain-lain.
Dari data kebutuhan aktifitas, maka perancang lansekap dapat memulai untuk membuat zona dan sirkulasi. Analisa lahan telah mampu menetapkan dimana saja zona-zona yang paling baik untuk direncanakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan. Segala potensi lahan seperti view yang bagus, lingkungan alam yang sejuk, kedekatan dengan fasilitas rekreasi dan lain-lain menjadi pertimbangan yang sangat penting. Langkah selanjutnya adalah menghubungkan fasilitas-fasilitas tersebut dengan jalur sirkulasi. Pertimbangan terbaik dalam membuat jaringan sirkulasi adalah kedekatan antar fasilitas dari yang paling penting menuju yang tidak penting. Dengan dasar ini jika memungkinkan agar tidak menghabiskan seluruh lahan, maka sebaiknya dibuat wilayah rancangan sekecil mungkin saja. Hal ini didasari dengan pertimbangan bahwa sirkulasi akan memakan demikian banyak lahan, padahal di satu sisi panjangnya sirkulasi juga akan membuat pengguna menjadi tersiksa karena terlalu jauh. Sisa lahan dapat dipergunakan sebagai taman atau hutan buatan. Banyaknya vegetasi akan membuat iklim mikro dari sebidang lahan menjadi lebih sejuk.
Optimalisasi potensi lansekap dari segi iklim perlu dipertimbangkan sebagai langkah perancangan yang selanjutnya. Di dalam lahan harus ditandai mana saja lokasi-lokasi yang kurang tepat untuk meletakkan fasilitas tertentu. Lokasi yang berada di tebing dan mudah longsor sebaiknya dihindari untuk diarahkan sebagi tempat berdirinya bangunan. Jika tebing itu cukup stabil, maka boleh saja didirikan bangunan karena view yang didapat akan menarik. Lokasi lahan yang berbentuk cekung seringkali terpakai sebagai tempat berkumpulnya jalur air jika terjadi hujan deras. Oleh karenanya meletakkan aktifitas berupa bangunan ataupun ruang luar selayaknya berada pada lokasi yang cembung. Masih banyak pertimbangan dari segi penyinaran matahari dan alirang angin agar sebuah rancangan lansekap dapat memiliki keunggulan.
Jika segala hal yang bersifat programatik telah diselesaikan, maka dapat dimulailah kegiatan pada langkah selanjutnya, yaitu perancangan. Sebuah perancangan merupakan kegiatan yang bersifat kontekstual. Jika di dalam arsitektur ada dua hal yang menjadi prioritas, yaitu antar bentuk dan aktifitas, maka demikian pula dengan sudut padang dalam merancang. Seseorang dapat menyelesaikan desain dari aktifitas dahulu kemudian menuju pada bentuk, atau sebaliknya merancang bentuk terlebih dahulu baru menuju pada aktifitas. Dalam perancangan arsitektur ’form follow function’ perancang lebih cenderung menggunakan pendekatan pertama. Sedangkan dalam perancangan arsitektur mutakhir, perancang lebih cenderung menggunakan pendekatan kedua, yaitu merancang bentuk terlebih dahulu baru kemudian menghaluskannya dengan aktifitas.
Ketika mendesain pertemuan antara bangunan dengan lansekap, maka segala segi estetik perlu digunakan agar tetap tercapai keindahan dari hubungan dua jenis perancangan ini. Ketika segenap rancangan lansekap dalam peta besar dengan berbagai sirkulasi dan zonasinya sudah selesai, maka selayaknya bangunan tersebut mengikuti kaidah estetikanya. Jika terpaksa bangunan didesain dengan lingkup di luar bentuk lansekap, maka segenap transisi antara bangunan dan lansekap ini menjadi media yang harus diselesaikan dalam perancangan. Adakalanya sebagian elemen bangunan ada yang mengalah kepada estetika lansekap, namun adakalanya pula sebagian elemen lansekap yang harus mengalah pada estetika bangunan. Dengan cara ini maka kualitas ruang luar sebagai penghubung antara lansekap dengan bangunan dapat terjaga.
Dalam menjaga kualitas ruang luar bukan hanya bangunan dan lansekap yang berupa hardscape saja yang harus dipertimbangkan, namun juga elemen softscape berupa vegetasi. Vegetasi mulai dari yang rendah dan mendatar seperti rumput, kemudian agak lebih tinggi berupa perdu, dan yang paling tinggi berupa pepohonan. Rancangan vegetasi perlu dibuat yang bagus agar dapat mendukung kualitas ruang luar. Paduan antara rumput, perdu dan pohon perlu ditata dalam irama yang mampu mendongkrak nilai estetika. Rancangan vegetasi harus mampu berpadu padang dengan elemen bangunan maupun elemen lansekap yang lain seperti tiang lampu, gazebo, pagar, gerbang dan lain-lain.
Dimulai dari pertimbangan kualitas ruang luar, maka aspek 3 dimensional dari perancangan lansekap sudah mulai muncul. Yang paling kuat dari ketrimatraan ini adalah pada detail elemen lansekap. Dari peta besar rancangan lansekap yang menunjukkan prioritas aktifitas, menuju peta sedang kualitas ruang luar kemudian menuju pada denah kecil dari detail elemen lansekap. Di dalam detail elemen lansekap ini aspek tampak dan potongan bangunan sangat berperan penting bagi tempilan obyek. Detail tangga ruang luar, balustrade, pembatas kolam beserta sclupture-nya, air mancur, dan lain-lain menjadi pertimbangan yang perlu didesain agar dapat menyelesaikan kegiatan desain lansekap.


.png)